x
Close
Sejarah

Jeanne d’Arc: Pahlawan Perempuan dari Perancis

Jeanne d’Arc: Pahlawan Perempuan dari Perancis
  • PublishedSeptember 23, 2024

lampau.orgJeanne d’Arc, atau Joan of Arc, adalah salah satu tokoh paling ikonik dalam sejarah Eropa, khususnya dalam sejarah Prancis. Jeanne d’Arc adalah seorang gadis petani muda yang hidup pada abad ke-15 dan memainkan peran krusial dalam Perang Seratus Tahun antara Prancis dan Inggris. Dia menjadi simbol nasionalisme dan keberanian di Prancis dan akhirnya dihormati sebagai santa oleh Gereja Katolik.

Artikel ini akan membahas kehidupan Jeanne d’Arc, peran yang dimainkannya dalam perang, pengadilannya yang kontroversial, serta warisannya dalam sejarah dan budaya Prancis.

Baca Juga: IShowSpeed: Fenomena YouTube dan Streamer Gaming yang Menggemparkan Dunia

Kehidupan Awal Jeanne d’Arc

Jeanne d’Arc lahir sekitar tahun 1412 di Domrémy, sebuah desa kecil di Lorraine, Prancis. Dia adalah putri dari keluarga petani sederhana. Sejak kecil, Jeanne dikenal sebagai seorang gadis yang religius, taat pada ajaran Katolik, dan memiliki rasa spiritualitas yang kuat. Jeanne tidak memiliki pendidikan formal, dan tidak bisa membaca atau menulis, namun sangat devout dalam keyakinannya.

Saat Jeanne berusia sekitar 13 tahun, dia mulai mendengar “suara-suara” yang menurutnya datang dari Tuhan. Dia mengaku bahwa suara-suara tersebut merupakan pesan dari para malaikat dan orang-orang suci, seperti St. Michael, St. Catherine, dan St. Margaret, yang memberikan arahan tentang tugasnya untuk menyelamatkan Prancis. Pada waktu itu, Prancis sedang mengalami krisis besar, di mana Perang Seratus Tahun antara Inggris dan Prancis telah berlangsung selama beberapa dekade, dan banyak wilayah Prancis dikuasai oleh Inggris.

Baca Juga: Dusan Vlahovic: Bintang Muda Sepak Bola Serbia

Peran dalam Perang Seratus Tahun

Pada saat Jeanne d’Arc mulai menerima wahyu-wahyu ilahi tersebut, situasi Prancis berada dalam titik kritis. Pasukan Inggris telah menduduki sebagian besar wilayah utara Prancis, termasuk kota-kota penting seperti Paris, dan memihak kepada Burgundia, sekutu Inggris. Raja Prancis, Charles VII, belum resmi dimahkotai karena tidak dapat menguasai kota Reims, tempat tradisional penobatan raja-raja Prancis.

Menurut Jeanne, misi yang diberikan kepadanya oleh Tuhan adalah untuk membebaskan Prancis dari penjajahan Inggris dan membantu Charles VII naik takhta. Meskipun sulit dipercaya bahwa seorang gadis muda yang tidak memiliki pengalaman militer bisa berperan penting dalam perang, Jeanne tetap berangkat menuju kota Chinon untuk bertemu dengan Charles VII pada tahun 1429.

Awalnya, Jeanne diragukan oleh para bangsawan dan penasihat kerajaan. Namun, setelah melalui pemeriksaan oleh para teolog dan pemimpin agama, Charles VII akhirnya memberinya wewenang untuk memimpin pasukan ke medan perang. Ini merupakan langkah yang sangat berani dan tidak lazim, mengingat pada masa itu perempuan tidak diperbolehkan memimpin pasukan atau berperang.

Baca Juga: Gempa Yogyakarta 2006: Bencana yang Mengguncang Tanah Jawa

Pertempuran Orléans

Peran Jeanne d’Arc yang paling terkenal terjadi pada pertempuran di Orléans, yang dianggap sebagai titik balik dalam Perang Seratus Tahun. Pada saat itu, kota Orléans dikepung oleh pasukan Inggris, dan kekalahan tampaknya tidak terhindarkan bagi Prancis. Namun, dengan semangat dan kepercayaan yang kuat, Jeanne memimpin pasukan Prancis untuk menyerang dan membebaskan kota tersebut.

Pada 8 Mei 1429, pasukan Prancis berhasil mematahkan pengepungan Inggris di Orléans, dan kemenangan ini memberi dorongan moral yang besar bagi Prancis. Jeanne d’Arc menjadi pahlawan nasional, dan reputasinya sebagai utusan Tuhan semakin menguat.

Setelah kemenangan di Orléans, Jeanne terus memimpin pasukan Prancis dalam serangkaian kemenangan melawan Inggris dan sekutunya. Salah satu pencapaiannya yang paling penting adalah mengawal Charles VII menuju Reims, di mana ia dimahkotai sebagai Raja Prancis pada 17 Juli 1429.

Baca Juga: Komisi dalam Bisnis: Mekanisme, Keuntungan, dan Tantangan

Penangkapan dan Pengadilan

Namun, kemenangan-kemenangan Jeanne tidak berlangsung lama. Pada Mei 1430, dia tertangkap oleh pasukan Burgundia dalam sebuah pertempuran di Compiègne. Burgundia, yang bersekutu dengan Inggris, kemudian menjual Jeanne kepada Inggris. Jeanne dibawa ke Rouen, di mana dia menghadapi pengadilan gerejawi atas tuduhan bidah, penyihir, dan berpakaian sebagai laki-laki (melanggar norma gender pada masa itu).

Pengadilannya sangat kontroversial karena dipimpin oleh para pejabat gereja yang berpihak pada Inggris. Selama pengadilan, Jeanne tetap teguh pada keyakinannya bahwa dia diutus oleh Tuhan untuk menyelamatkan Prancis. Meskipun dia diberikan kesempatan untuk membela diri, keputusan sudah tampaknya sudah ditentukan sejak awal.

Pada 30 Mei 1431, Jeanne d’Arc dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar di tiang pancang. Saat usianya baru 19 tahun, Jeanne d’Arc meninggal sebagai martir. Namun, kematiannya tidak menghentikan pengaruhnya. Justru, dia semakin dipuja sebagai pahlawan yang berani mengorbankan hidupnya demi tanah airnya.

Rehabilitasi dan Kanonisasi

Setelah kematian Jeanne, opini publik tentang dirinya mulai berubah, terutama setelah Inggris mulai kehilangan kendali atas Prancis. Pada tahun 1456, atau sekitar 25 tahun setelah kematiannya, sebuah pengadilan gereja yang diadakan atas perintah Paus Callixtus III menyatakan bahwa pengadilan terhadap Jeanne d’Arc adalah tidak sah, dan Jeanne dibebaskan dari semua tuduhan. Pengadilan ini merehabilitasi namanya, dan Jeanne d’Arc diakui sebagai pahlawan sah yang meninggal dengan tidak adil.

Pada tahun 1909, Jeanne d’Arc dibeatifikasi oleh Gereja Katolik, dan pada tahun 1920, dia dikanonisasi sebagai santo oleh Paus Benediktus XV. Jeanne d’Arc kini dianggap sebagai santo pelindung Prancis, dan hari rayanya diperingati setiap tanggal 30 Mei oleh umat Katolik di seluruh dunia.

Warisan Jeanne d’Arc

Jeanne d’Arc meninggalkan warisan yang mendalam, tidak hanya bagi Prancis, tetapi juga bagi dunia. Dia menjadi simbol perjuangan melawan penindasan dan ketidakadilan. Jeanne juga dipandang sebagai sosok feminis yang melampaui zamannya, karena dia berani melawan norma gender pada abad pertengahan dan membuktikan bahwa perempuan juga bisa memimpin dan berperan dalam urusan militer serta politik.

Dalam sejarah Prancis, Jeanne d’Arc dianggap sebagai pahlawan nasional yang membantu menyatukan negara dan memenangkan perang melawan Inggris. Patung-patungnya banyak ditemukan di berbagai kota di Prancis, dan kisahnya terus diabadikan dalam buku, teater, film, dan berbagai karya seni.

Kesimpulan

Jeanne d’Arc adalah tokoh yang luar biasa dalam sejarah, seorang gadis muda yang tanpa pengalaman militer atau pendidikan formal, berhasil menjadi pemimpin pasukan yang mengubah jalannya sejarah Prancis. Dengan keyakinan yang kuat pada misi ilahi, keberanian di medan perang, serta keteguhannya menghadapi pengadilan yang tidak adil, Jeanne d’Arc telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah, agama, dan budaya dunia. Keberaniannya menginspirasi banyak generasi setelahnya dan terus dikenang sebagai simbol perjuangan melawan penindasan.

Written By
admin

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *